Perjalanan
Pendidikan Guru Penggerak: Refleksi dan Koneksi Antar Modul dalam Penerapan
Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai
Anggi
Jayadi
SMAN
1 Pagelaran
ABSTRAKSI
Artikel ini mengeksplorasi perjalanan seorang peserta Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan XI dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang bertugas di SMAN 1 Pagelaran. Fokus artikel ini adalah menghubungkan modul-modul utama PGP, mulai dari Modul 1 tentang filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, Modul 2 tentang pembelajaran sosial-emosional, hingga Modul 3.1 yang menekankan pengambilan keputusan berbasis kebijakan dan nilai-nilai. Program ini bertujuan untuk membentuk pemimpin pembelajaran yang mampu memberdayakan siswa melalui praktik pembelajaran yang memerdekakan. Selama proses pembelajaran, peserta PGP juga dilatih dalam coaching yang efektif dengan pendamping atau fasilitator, yang membantu merefleksikan dan menguji efektivitas keputusan-keputusan yang diambil. Filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka menjadi landasan dalam membangun kepemimpinan kolaboratif, di mana guru tidak hanya memberikan instruksi, tetapi juga mengembangkan kemandirian siswa dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif. Prinsip ini penting dalam pengambilan keputusan yang adil dan manusiawi, khususnya saat menghadapi dilema etika. Selain itu, artikel ini membahas bagaimana nilai-nilai pribadi dan kesadaran sosial-emosional mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Guru yang sadar akan emosi dan nilai-nilainya sendiri mampu membuat keputusan yang objektif dan berimbang, terutama saat harus memilih antara berbagai alternatif yang kompleks. Dalam konteks sekolah, pengambilan keputusan yang baik berperan penting dalam menciptakan suasana belajar yang aman, kondusif, dan mendukung potensi setiap siswa. Artikel ini juga mengidentifikasi tantangan dan perubahan paradigma yang dihadapi dalam praktik pengambilan keputusan. Di lingkungan pendidikan, guru seringkali perlu menghadapi keterbatasan sumber daya dan tekanan sosial dalam menyelesaikan kasus-kasus dilema etika. Namun, melalui proses refleksi dan coaching, peserta PGP dapat mengembangkan kemampuan untuk mengambil keputusan yang memerdekakan siswa dan membangun lingkungan sekolah yang positif dan berkelanjutan.
PENDAHULUAN
Pendidikan
Guru Penggerak (PGP) adalah program inovatif yang bertujuan untuk mengembangkan
guru sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah. Program ini menekankan bahwa
guru tidak hanya berperan sebagai pendidik tetapi juga sebagai pemimpin yang
mampu memotivasi, membimbing, dan mendorong siswa agar mereka dapat
mengembangkan potensi diri secara optimal. Dalam rangka membentuk pemimpin yang
reflektif dan adaptif, PGP menyusun perjalanan pembelajaran melalui tiga modul
utama: Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Pembelajaran Sosial dan
Emosional, serta Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai (Kemdikbud, 2023).
Modul
pertama, Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, menekankan pentingnya
kepemimpinan berbasis teladan dan kemandirian siswa melalui prinsip Pratap
Triloka: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri
Handayani. Modul kedua, Pembelajaran Sosial dan Emosional, mengajarkan guru
untuk mengembangkan kompetensi emosional dan keterampilan kolaboratif agar
mampu menghadapi dinamika kelas dengan efektif. Sementara itu, Modul 3.1
berfokus pada pengambilan keputusan yang didasari oleh nilai-nilai etis dan
kebijakan yang adil, terutama saat menghadapi dilema etika di sekolah
(Kemdikbud, 2024).
Program PGP ini bertujuan menciptakan guru yang mampu membangun lingkungan sekolah yang inklusif dan kondusif, di mana setiap siswa merasa aman dan dihargai. Guru dituntut untuk menerapkan nilai-nilai moral dalam setiap pengambilan keputusan dan memastikan bahwa keputusan tersebut berdampak positif bagi perkembangan siswa dan komunitas sekolah secara keseluruhan. Di SMAN 1 Pagelaran, para peserta PGP Angkatan XI juga berupaya menerapkan keterampilan dan prinsip dari modul ini dalam konteks praktis, seperti melalui refleksi personal dan kolaborasi dengan guru lain (Kemdikbud, 2024).
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini merupakan sebuah studi kasus reflektif yang bertujuan untuk memahami
pengalaman pribadi saya sebagai peserta Pendidikan Guru Penggerak (PGP) dalam
menerapkan prinsip-prinsip pengambilan keputusan berbasis nilai. Sebagai
seorang guru di SMAN 1 Pagelaran, saya telah mengikuti seluruh modul PGP dan
secara aktif menerapkan pembelajaran yang diperoleh dalam praktik sehari-hari.
Data
dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa cara:
Refleksi
Diri, secara rutin melakukan refleksi terhadap pengalaman selama mengikuti P.G.P
dan dalam menjalankan tugas sebagai guru. Refleksi ini dilakukan melalui
pencatatan dalam jurnal, serta diskusi dengan sesama peserta P.G.P dan
fasilitator. Dokumentasi, data dikumpulkan dari berbagai dokumen yang relevan,
seperti modul P.G.P, catatan pertemuan, hasil diskusi kelompok, dan rencana
pembelajaran yang telah dibuat. Wawancara, dilakukan wawancara dengan beberapa
rekan guru atau kepala sekolah untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas
mengenai implementasi PGP di sekolah. Data yang telah terkumpul kemudian
dianalisis secara kualitatif menggunakan metode analisis tematik. Proses
analisis ini dilakukan dengan cara, transkripsi. Jika ada data wawancara, saya
akan mentranskripsikan semua rekaman wawancara. Kemudian dilakukan membaca
ulang semua data (jurnal, dokumen, transkripsi) secara berulang dan
mengidentifikasi kata-kata kunci, frasa, atau tema yang muncul berulang kali.
Selanjutnya pengelompokkan tema. Tema-tema yang telah diidentifikasi kemudian
dikelompokkan berdasarkan kesamaan dan perbedaannya. Tema-tema yang telah
dikelompokkan selanjutnya disusun menjadi beberapa kategori yang lebih besar. Selanjutnya
menginterpretasikan hasil analisis dengan menghubungkannya dengan teori-teori
yang relevan, seperti teori pembelajaran, teori kepemimpinan, dan teori
pengambilan keputusan.
Dalam bagian pembahasan, disajikan temuan-temuan penelitian secara sistematis. Kemudian menjelaskan bagaimana pengalaman empiric dalam mengikuti P.G.P telah membentuk cara berpikir dan mengambil keputusan sebagai seorang guru. Selain itu dilakukan menganalisis bagaimana prinsip-prinsip yang dipelajari dalam P.G.P dapat diterapkan dalam konteks sekolah yang nyata. Pada bagian kesimpulan, merangkum temuan-temuan utama penelitian dan memberikan implikasi bagi praktik pendidikan, pengembangan profesional guru, dan kebijakan pendidikan. Kemudian menyarankan topik penelitian lebih lanjut yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil dari tulisan ini.
PEMBAHASAN
A. Keterkaitan
Filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pengambilan Keputusan
Filosofi
Ki Hajar Dewantara, khususnya konsep Pratap Triloka, memberikan kerangka yang
kuat bagi para pendidik dalam mengambil keputusan. Prinsip Ing Ngarso Sung
Tulodo mengajarkan bahwa seorang guru harus menjadi teladan bagi siswanya.
Dalam konteks pengambilan keputusan, hal ini berarti guru harus menunjukkan
integritas dan kejujuran dalam setiap tindakannya. Sebagai contoh, ketika
dihadapkan pada dilema etika seperti plagiarisme siswa, guru harus tegas
menegakkan aturan namun tetap memberikan bimbingan dan dukungan. Dengan
demikian, siswa akan belajar untuk menghargai nilai-nilai kejujuran dan
tanggung jawab.
Selanjutnya,
prinsip Ing Madya Mangun Karso menekankan pentingnya guru untuk
memotivasi dan membimbing siswa. Dalam proses pengambilan keputusan, guru dapat
berperan sebagai fasilitator dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengarahkan siswa pada pemikiran kritis. Selain itu, guru juga dapat
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga siswa merasa aman untuk
berekspresi dan mengembangkan ide-idenya. Sebagai contoh, dalam sebuah diskusi
kelas, guru dapat memberikan pertanyaan terbuka yang mendorong siswa untuk
berargumentasi dan memberikan pendapat yang berbeda.
Prinsip
Tut Wuri Handayani yang menekankan pada pemberian kebebasan belajar juga
sangat relevan dengan pengambilan keputusan dalam pendidikan. Guru harus
memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan potensi mereka secara mandiri.
Dalam hal ini, guru dapat memberikan tugas-tugas yang menantang dan mendorong
siswa untuk mencari solusi sendiri. Dengan demikian, siswa akan lebih
termotivasi dan memiliki rasa memiliki terhadap pembelajaran mereka.
Dalam penerapan prinsip-prinsip Pratap Triloka dalam pengambilan keputusan, guru perlu memperhatikan konteks sosial dan budaya yang ada. Seperti yang ditekankan oleh (Arifin, 115: 2018), nilai-nilai lokal dan budaya dapat menjadi sumber inspirasi dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, guru dapat menciptakan pembelajaran yang relevan dan bermakna bagi siswa.
B. Pengaruh
Nilai Pribadi dalam Pengambilan Keputusan
Nilai-nilai
pribadi seorang guru memainkan peran krusial dalam menentukan prinsip-prinsip
yang mendasari setiap keputusan yang dibuat, terutama saat menghadapi dilema
etika. Dalam Modul 3.1 Pendidikan Guru Penggerak (PGP), peserta diajak untuk
mempelajari 4 paradigma pengambilan keputusan, yaitu: Individu vs. Kelompok,
Jangka Pendek vs. Jangka Panjang, Kebenaran vs. Kesetiaan, dan Keadilan vs.
Kasih Sayang. Paradigma ini membantu guru untuk memahami bahwa tidak semua
keputusan memiliki solusi sederhana, dan beberapa keputusan bahkan membutuhkan
pertimbangan nilai-nilai yang saling bertentangan (Kemdikbud, 2024). Konflik
moral dalam pengambilan keputusan sering kali muncul ketika seorang guru harus
memilih antara menerapkan aturan dengan ketat atau menunjukkan empati terhadap
situasi siswa. Misalnya, saat menangani siswa yang melanggar disiplin karena
masalah pribadi, guru harus menyeimbangkan keadilan (penerapan aturan) dan
kasih sayang (memahami kondisi siswa). Paradigma ini memungkinkan guru untuk
mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap keputusan yang diambil dan
mencari solusi yang tidak hanya adil tetapi juga manusiawi.
Nilai-nilai seperti tanggung jawab, empati, dan keadilan menjadi fondasi dalam setiap keputusan yang dibuat oleh seorang guru. Dengan landasan ini, guru tidak hanya memastikan bahwa keputusan mereka sesuai dengan kebijakan sekolah, tetapi juga berdampak positif pada siswa dan komunitas sekolah secara keseluruhan. Pada akhirnya, pengambilan keputusan berbasis nilai membantu menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan mendukung perkembangan siswa secara holistik.
C. Peran
Coaching dalam Meningkatkan Kualitas Pengambilan Keputusan Guru
Proses
coaching dalam program Guru Penggerak telah terbukti efektif dalam meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan guru. Melalui serangkaian kegiatan refleksi dan
evaluasi, guru didorong untuk menganalisis keputusan yang telah diambil secara
mendalam. Salah satu alat yang digunakan dalam proses coaching adalah 9 langkah
pengujian. Dengan menggunakan langkah-langkah ini, guru dapat mengidentifikasi
siapa saja yang terdampak oleh keputusan mereka, mempertimbangkan nilai-nilai
yang relevan, serta mengevaluasi berbagai alternatif keputusan dan
konsekuensinya. Proses ini tidak hanya membantu guru menjadi lebih reflektif,
tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan berpikir kritis yang
diperlukan untuk membuat keputusan yang lebih baik.
1. Keterkaitan
dengan Teori Pembelajaran Reflektif
Pendekatan
coaching dalam pengambilan keputusan ini sejalan dengan teori pembelajaran
reflektif yang dikembangkan oleh Donald Schön (1983). Schön berpendapat bahwa
profesional, termasuk guru, belajar melalui refleksi atas pengalaman mereka.
Dalam konteks pengambilan keputusan, guru diajak untuk merenungkan tindakan
mereka, mengidentifikasi apa yang berjalan dengan baik dan apa yang perlu
diperbaiki, serta belajar dari kesalahan. Dengan demikian, coaching dapat
dianggap sebagai salah satu bentuk pembelajaran reflektif yang dapat membantu
guru untuk terus berkembang dan meningkatkan praktik pembelajarannya.
2. Implikasi
bagi Pengembangan Profesional Guru
Penerapan
coaching dalam program Guru Penggerak memiliki implikasi yang signifikan bagi
pengembangan profesional guru. Pertama, coaching dapat membantu guru untuk
membangun kepercayaan diri dalam mengambil keputusan. Dengan memiliki kerangka
kerja yang jelas dan dukungan dari fasilitator, guru akan merasa lebih siap
untuk menghadapi situasi yang kompleks. Kedua, coaching dapat meningkatkan
kemampuan guru dalam memecahkan masalah dan menemukan solusi yang inovatif.
Dengan sering melakukan refleksi, guru akan terbiasa dengan cara berpikir yang
sistematis dan kreatif. Terakhir, coaching dapat mendorong guru untuk menjadi
pemimpin pembelajaran yang lebih efektif. Guru yang memiliki keterampilan
pengambilan keputusan yang baik akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang
positif dan mendukung bagi siswa.
D. Peran
Aspek Sosial-Emosional dalam Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan yang efektif dalam konteks pendidikan tidak hanya bergantung pada
logika dan kebijakan, tetapi juga memerlukan kesadaran sosial-emosional yang
kuat. Kemampuan guru dalam mengelola emosi dan memahami emosi orang lain akan
membantu mereka mengambil keputusan yang adil dan bijaksana, terutama saat
menghadapi situasi dilematis. Guru yang mampu mengendalikan emosinya dapat
bersikap lebih objektif dan fokus pada solusi yang terbaik untuk semua pihak. Kesadaran
sosial-emosional sangat diperlukan ketika guru berhadapan dengan kasus
pelanggaran oleh siswa. Dalam situasi ini, keputusan yang diambil tidak boleh
hanya berfokus pada penerapan hukuman, tetapi juga mempertimbangkan empati
terhadap kondisi siswa. Guru harus mampu menyeimbangkan antara ketegasan dan
empati agar siswa tidak merasa dihukum secara berlebihan tetapi tetap menyadari
konsekuensi dari tindakannya. Pendekatan ini memungkinkan siswa untuk belajar
dari kesalahan dan berkembang secara positif, alih-alih merasa tertekan atau
terisolasi dari komunitas sekolah (Kemdikbud, 2024).Kemampuan sosial-emosional
guru juga meningkatkan hubungan interpersonal dengan siswa, orang tua, dan
rekan kerja, sehingga menciptakan lingkungan sekolah yang lebih kondusif.
Dengan mempraktikkan kesadaran emosional dalam pengambilan keputusan, guru dapat
membangun iklim yang positif, di mana siswa merasa didukung dan dihargai
meskipun mereka melakukan kesalahan. Dalam jangka panjang, pendekatan ini tidak
hanya menciptakan lingkungan yang aman tetapi juga membantu siswa mengembangkan
keterampilan emosional dan sosial yang penting bagi kehidupan mereka.
1. Pengaruh
Pengambilan Keputusan terhadap Lingkungan Belajar
Pengambilan
keputusan yang tepat oleh seorang guru atau pemimpin pembelajaran memiliki
dampak signifikan terhadap kualitas lingkungan belajar. Kepemimpinan
instruksional yang efektif, termasuk di dalamnya pengambilan keputusan yang
bermutu, merupakan kunci dalam menciptakan sekolah yang inovatif dan responsif
terhadap kebutuhan siswa. Keputusan-keputusan yang konsisten dengan nilai-nilai
pendidikan dan memperhatikan kesejahteraan siswa akan menciptakan iklim sekolah
yang positif, aman, dan kondusif bagi pembelajaran. Lingkungan belajar yang
demikian memungkinkan siswa merasa termotivasi untuk belajar, guru merasa
terinspirasi untuk mengajar, dan seluruh komunitas sekolah dapat bekerja sama
secara produktif.
2. Tantangan
dalam Pengambilan Keputusan di Era Modern
Guru
di era modern, khususnya di sekolah seperti SMAN 1 Pagelaran, dihadapkan pada
berbagai tantangan dalam pengambilan keputusan. Salah satu tantangan utama
adalah perubahan paradigma dalam pendidikan. Pergeseran dari pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada guru menuju pendekatan yang berpusat pada siswa
menuntut guru untuk lebih fleksibel, inovatif, dan kolaboratif dalam mengambil
keputusan. Selain itu, guru juga harus menghadapi tekanan dari berbagai pihak,
seperti orang tua, masyarakat, dan kebijakan pemerintah, yang seringkali
memiliki ekspektasi yang berbeda-beda.
3. Dilema
Etika dalam Pengambilan Keputusan
Salah
satu aspek yang kompleks dalam pengambilan keputusan di lingkungan sekolah
adalah adanya dilema etika. Guru seringkali dihadapkan pada situasi di mana
mereka harus memilih antara berbagai nilai yang saling bertentangan. Misalnya,
guru mungkin harus memilih antara memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
siswa yang kurang mampu atau mempertahankan standar penilaian yang ketat.
Dilema etika seperti ini membutuhkan pertimbangan yang matang dan melibatkan
berbagai pihak terkait, seperti rekan sejawat, kepala sekolah, dan bahkan
konselor sekolah.
4. Pentingnya
Kolaborasi dalam Mengambil Keputusan
Untuk
mengatasi tantangan-tantangan tersebut, guru perlu mengembangkan kemampuan
kolaborasi. Kolaborasi dengan rekan sejawat, orang tua, dan pihak-pihak terkait
lainnya dapat membantu guru memperoleh perspektif yang lebih luas dan menemukan
solusi yang lebih baik. Selain itu, kolaborasi juga dapat meningkatkan rasa
kepemilikan dan komitmen terhadap keputusan yang telah diambil.
5. Implikasi
bagi Pengembangan Profesional Guru
Pengambilan keputusan yang efektif merupakan salah satu kompetensi inti yang harus dimiliki oleh seorang guru. Oleh karena itu, pengembangan profesional guru perlu memberikan perhatian yang cukup pada aspek pengambilan keputusan. Program-program pengembangan profesional dapat dirancang untuk membantu guru mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan yang berorientasi pada data. Selain itu, guru juga perlu diberikan kesempatan untuk berlatih mengambil keputusan dalam simulasi atau studi kasus yang relevan dengan konteks sekolah.
E. Pengaruh
Pengambilan Keputusan terhadap Pembelajaran yang Memerdekakan Siswa
Pengambilan
keputusan yang tepat oleh guru memiliki dampak yang signifikan terhadap
keberhasilan pembelajaran yang memerdekakan siswa. Ketika guru membuat
keputusan pembelajaran, mereka tidak hanya memilih metode atau materi
pelajaran, tetapi juga menentukan arah perkembangan siswa. Dengan memahami
bahwa setiap siswa memiliki potensi dan gaya belajar yang unik, guru dapat
merancang pengalaman belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. Hal
ini sejalan dengan pandangan konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan
dibangun secara aktif oleh siswa melalui interaksi dengan lingkungan belajar.
Sebagai contoh, guru dapat memberikan pilihan tugas yang beragam sehingga siswa
dapat memilih tugas yang paling sesuai dengan minat dan gaya belajar mereka.
Konsep pembelajaran yang memerdekakan siswa erat kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan pembelajaran yang mengakui bahwa siswa berbeda-beda dalam hal kesiapan belajar, minat, dan profil belajar. Untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru perlu membuat keputusan yang tepat terkait dengan konten, proses, dan produk pembelajaran. Dalam hal ini, pengambilan keputusan guru didasarkan pada data tentang siswa, seperti hasil asesmen, minat, dan gaya belajar. Dengan demikian, guru dapat memberikan tantangan yang tepat bagi setiap siswa dan memastikan bahwa semua siswa dapat mencapai potensi maksimalnya.
F. Keterkaitan
Antar Modul/ Koneksi Antar Materi
Modul
3.1 tentang pengambilan keputusan berbasis kebijakan dan nilai-nilai memiliki
keterkaitan erat dengan Modul 1 dan Modul 2 dalam rangka membentuk guru sebagai
pemimpin pembelajaran yang bijaksana dan berintegritas. Setiap modul memberikan
landasan prinsip dan keterampilan yang saling melengkapi, sehingga guru dapat
mengambil keputusan yang tepat dan bermakna dalam berbagai situasi pendidikan.
Modul
1: Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara berfokus pada konsep kepemimpinan
yang berpusat pada siswa, di mana guru bertindak sebagai teladan, pendamping,
dan pemberi kebebasan untuk siswa berkembang sesuai potensinya. Filosofi ini
menjadi fondasi dalam proses pengambilan keputusan, terutama saat menghadapi
situasi dilematis, karena guru harus memastikan bahwa setiap keputusan yang
diambil memerdekakan dan memberdayakan siswa.
Modul
2: Pembelajaran Sosial dan Emosional mengajarkan bahwa empati dan kolaborasi
adalah kunci dalam pengambilan keputusan yang efektif. Guru yang memahami
pentingnya aspek sosial-emosional dapat membuat keputusan yang lebih adil dan
berimbang, karena mereka mampu melihat masalah dari berbagai perspektif dan
mengelola emosinya dengan baik. Ini sangat penting ketika bekerja dalam tim
atau berhadapan dengan siswa dan orang tua, di mana komunikasi dan kerja sama
dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah.
Secara keseluruhan, ketiga modul ini memperkuat keterampilan guru dalam membuat keputusan berbasis nilai, kebijakan, dan etika. Guru tidak hanya dilatih untuk berpikir kritis dan reflektif tetapi juga untuk menerapkan integritas dan rasa tanggung jawab dalam setiap keputusan yang diambil. Dengan demikian, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan inklusif, serta mempengaruhi perkembangan siswa dan komunitas sekolah secara positif dan berkelanjutan.
G. Refleksi
dan Dampak Pembelajaran
Program
Guru Penggerak (PGP) telah memberikan dampak yang signifikan terhadap cara guru
mengambil keputusan, terutama dalam situasi yang melibatkan dilema etis.
Melalui proses coaching dan refleksi yang intensif, guru-guru dilatih untuk
lebih peka terhadap nilai-nilai moral yang mendasari setiap keputusan. Mereka
juga diajarkan untuk mempertimbangkan berbagai perspektif dan konsekuensi dari
setiap pilihan yang mereka buat. Hal ini sejalan dengan pandangan Dewey (1933)
yang menekankan pentingnya pengalaman dan refleksi dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain, PGP telah membekali guru dengan alat-alat yang diperlukan
untuk menjadi pembelajar yang reflektif dan pengambil keputusan yang bijaksana.
Dampak
terhadap Praktik Pembelajaran.
Perubahan
dalam cara guru mengambil keputusan memiliki implikasi yang luas terhadap
praktik pembelajaran. Guru yang lebih reflektif dan berprinsip akan cenderung
menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif, adil, dan berpusat pada
siswa. Mereka juga lebih mampu mengatasi tantangan-tantangan yang muncul dalam
konteks pembelajaran yang kompleks. Sebagai contoh, guru yang telah melalui PGP
akan lebih siap untuk menghadapi situasi di mana mereka harus membuat keputusan
yang sulit, seperti bagaimana menangani kasus bullying atau diskriminasi.
Dengan demikian, PGP tidak hanya meningkatkan kompetensi pedagogik guru, tetapi
juga berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
KESIMPULAN
REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT
A. Kesimpulan
Modul ini telah memberikan pemahaman yang komprehensif tentang pentingnya pengambilan keputusan yang efektif bagi seorang guru. Melalui pembelajaran yang mendalam tentang nilai-nilai etika, keterampilan berpikir kritis, dan prinsip-prinsip kepemimpinan, guru dapat mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang berdampak positif bagi siswa dan komunitas sekolah. Pengambilan keputusan yang tepat tidak hanya sebatas pada pemilihan metode pembelajaran atau pengelolaan kelas, tetapi juga melibatkan pertimbangan yang lebih luas tentang tujuan pendidikan, nilai-nilai kemanusiaan, dan kesejahteraan siswa. Dengan kata lain, guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pemimpin pembelajaran yang mampu menginspirasi dan membimbing siswa untuk mencapai potensi terbaiknya. Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) telah memberikan pemahaman mendalam kepada guru tentang pentingnya kepemimpinan yang berpusat pada siswa melalui penerapan nilai-nilai moral, pengelolaan sosial-emosional, dan pengambilan keputusan berbasis kebijakan. Modul 1 hingga 3.1 saling terkait dan memperkuat kemampuan guru untuk berpikir reflektif, kritis, dan berintegritas. Filosofi Ki Hajar Dewantara mengajarkan bahwa guru harus mampu menjadi teladan sekaligus mendorong kemandirian siswa, sementara pembelajaran sosial-emosional membantu guru untuk mengelola emosi dan berempati dalam setiap interaksi. Modul 3.1 memberikan panduan bagi guru dalam membuat keputusan etis dan adil melalui paradigma dan prinsip-prinsip pengambilan keputusan. Dengan pemahaman ini, guru diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, kondusif, dan inklusif, sehingga setiap siswa merasa didukung dalam mengembangkan potensi mereka secara optimal.
Untuk terus meningkatkan kualitas pengambilan keputusan guru, beberapa rekomendasi dapat diajukan. Pertama, perlu adanya dukungan berkelanjutan dari sekolah dan dinas pendidikan dalam bentuk program pengembangan profesional yang berfokus pada pengambilan keputusan. Kedua, penting untuk menciptakan budaya sekolah yang mendorong kolaborasi dan berbagi pengetahuan antar guru. Ketiga, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang dampak pengambilan keputusan terhadap hasil belajar siswa. Dengan demikian, kita dapat mengembangkan model-model pengambilan keputusan yang lebih efektif dan relevan dengan konteks pendidikan Indonesia.
B. Rekomendasi
- Penguatan Implementasi Pengambilan
Keputusan Berbasis Nilai di Sekolah
- Sekolah
perlu memastikan bahwa setiap kebijakan dan keputusan guru selaras dengan
nilai-nilai moral dan kebijakan sekolah. Disarankan adanya rapat
koordinasi secara berkala dengan tim BK, komite sekolah, dan orang tua
dalam penanganan kasus dilema etika.
- Meningkatkan Kompetensi
Sosial-Emosional Guru melalui Pelatihan Lanjutan
- Guru
perlu mendapatkan pelatihan tambahan tentang pengelolaan sosial-emosional
untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadapi situasi dilematis
dan menjaga keseimbangan antara ketegasan dan empati.
- Penerapan Sistem Coaching
Berkelanjutan
- Sistem
coaching yang telah digunakan dalam PGP harus dilanjutkan secara
berkelanjutan agar guru dapat terus mengevaluasi keputusan dan tindakan
mereka. Setiap guru juga disarankan untuk memiliki pendamping atau mentor
agar dapat lebih reflektif dalam setiap keputusan yang diambil.
- Pengembangan Pembelajaran yang
Memerdekakan dan Berpusat pada Siswa
- Guru perlu mengadopsi pendekatan yang fleksibel dan beragam dalam pembelajaran agar setiap siswa, dengan potensinya masing-masing, dapat berkembang secara optimal. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan differentiated instruction atau project-based learning.
C. Tindak
Lanjut
- Membangun Komunitas Praktisi Guru
Penggerak di Sekolah
- Guru
Penggerak di setiap sekolah, seperti di SMAN 1 Pagelaran, dapat membentuk
komunitas praktisi untuk berbagi pengalaman dan saling memberikan umpan
balik dalam mengatasi tantangan pengambilan keputusan.
- Kolaborasi dengan Lembaga Eksternal
- Untuk
menangani kasus dilema etika yang kompleks, sekolah disarankan menjalin kerja
sama dengan lembaga eksternal, seperti puskesmas, lembaga sosial, atau
pusat konseling. Ini akan memastikan bahwa siswa mendapatkan dukungan
yang tepat dan komprehensif.
- Monitoring dan Evaluasi Kebijakan
Sekolah
- Sekolah
perlu mengadakan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap
kebijakan dan keputusan yang telah diambil, untuk memastikan efektivitas
dan keberlanjutan dampaknya bagi siswa dan komunitas sekolah.
Dengan melaksanakan
rekomendasi dan tindak lanjut ini, diharapkan guru penggerak mampu meningkatkan
kualitas pendidikan dan kepemimpinan mereka, serta membangun lingkungan sekolah
yang lebih manusiawi dan inklusif, sesuai dengan tujuan Pendidikan Guru
Penggerak.
Arifin, A. (2019).
Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam pengambilan keputusan kepala sekolah. Jurnal
Pendidikan Karakter, 9(2), 115-125.
Dewey, J. (1933). How we
think. D.C. Heath and Company..
Schön, D. A. (1983). The
reflective practitioner: How professionals think in action. Basic Books.
Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2024). Modul 3.1 Pengambilan Keputusan
Berbasis Nilai. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Tomlinson, C. A. (2001).
How to differentiate instruction in mixed-ability classrooms. ASCD.
Komentar
Posting Komentar