SINGA BETINA BUKAN HIASAN

     KING OF JUNGGLE 

Oleh: MC 29.309.12 MWH

Tulisan ini di buat pada tahun 2018


"Aku berlindung kepada Alloh Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari godaan syetan yang terkutuk, dari kegilaan dan kesombongannya, serta dari syair-syairnya".





(al-Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Imam al-Qurthubi 1/62, Tafsirul Qur’an al-Azhim oleh Ibnu Katsir 1/111-113, Sifat Sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hal. 68 dan Irwaul Gholil 1/341 keduanya oleh Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani).

        Pergeseran dominasi gender di kalangan adventurian menjadi bahasan hangat diskusi senja yang berteman kopi hitam mengantarkan mentari yang akan segara berselimut. Fenomena pembalik sekumpulan Intelektual Mahasiswa pencinta alam lingkungan kampus di pusat bumi priangan diwarnai generasi kader dengan dominasi yang baru. Evolusi kader ini dipengaruhi dari salah satu maraknya pencitraan sebuah gambar yang bertebaran di media sosial tentang indahnya sudut poto yang diambil dari sisi pilihan dengan objek alam terbuka dalam frame tertutup. Hal tersebut menjadikan magnet baru sebuah komunitas yang menyebabkan didominasi oleh anggota baru mayoritas perempuan. Ini hanyalah masalah fluktuatif dominasi kelamin, tidak menjadi problema utama dalam menjalakan aktivitas dan kegiatan di setiap organisasi. Namun perlu di garis bawahi dan di perhatikan adalah pengaruh psikologi dan warna baru yang ditimbulkan akibat satu varian yang menjadi mayoritas tersebut. Bagi penganut Madzhab Ekofeminisme hal tersebut merupakan pencapaian awal untuk mendobrak faham maskulinisme/ Patriarki dalam salah satu bidang.  Ekofeminisme merupakan salah satu ragam ekosofi yang menguji relasi antara dominasi atas kaum perempuan dan dominasi atas alam (Abdullah, 1993: 208, dalam Mahmud, 2015 : 53). Berbicara tentang beratnya teori-teori antar hubungan alam dan dominasi gender dengan hubungannya, hal tersebut tidak terlepas dari berjalannya roda yang bergulir keras di MAPALA KAMPUS. Fakta mayoritas dan dominasi ini tidak dapat dipandang sebelah mata dalam keberlangsungan setiap kegiatannya.

 Peristiwa yang terjadi mempengaruhi terbelahnya dinamika sosial di kalangan anggota, hingga melahirkan suatu kegiatan KARTINI (sejak 1995) sebagai bentuk wadah (dalih) khusus bagi kaum perempuan di UKM tingkat Universitas di UPI Bandung untuk memprakarsai berkegiatan yang tidak tertinggal oleh kaum laki-laki. Program KARTINI merupakan program yang mengakar menjadi tradisi dan subkultur. Seiring berputarnya dunia heterogenitas di kalangan “Feminis Organisasi Kampus Mapala Tersebut”, kemudian arah pemikirannya pun diwarnai perkembangan melahirkan buah ide pergerakan “zero waste-adventure” yang bermuara pada kegiatan di alam dengan mengedepankan 0% sampah pada perjalanan. Kemudian perkembangan tersebut memunculkan pula sebutan khas baru yaitu “Women series ”, yang dapat dipandang sebagai bentuk “Anarko-Kartinism” di kalangan perempuan tersebut. Meskipun istilah ini merupakan masalah yang kontroversial di kaum Kartinian, namun faktanya terjadi dan memunculkan warna baru dalam setiap perdiskusian. Bagi kaum strukturalis, fungsionalis dan organisatoris lahirnya sebuah Program Kartini dengan munculnya gerakan Women series selalu menjadi bahasan yang renyah dengan senyum lebar di sebuah lingkaran depan meja. Peristiwa tersebut menjadi menarik untuk dikaji dalam setiap perdebatan. Hal itu menjadi dinamika sosial dari sisi perbedaan jenis kelamin dalam sebuah sub-komunitas yang telah berdiri lebih dari 10 tahun. Keberadaan organisasi Mapala sebagai suatu organisasi fundamental bercorak kegiatan ekstreme yang identik dengan alam terbuka menghasilkan evolusi warna baru. Perspektif secara umum berbicara, bahwa perempuan di pandang secara stereotype dan minoritas. Namun pandangan tersebut dapat dipatahkan oleh kegiatan-kegiatan yang dilahirkan oleh Kartinian Mapala tingkat Unviersitas di UPI.

Kartinian tidak hanya menghasilkan kriteria kegiatan adventurian semata. Kartinian-pun melahirkan penggagas, penggerak dan pemikir yang hebat. Memang pada dasarnya minoritas selalu menghasilkan karya, hal tersebut akibat adanya benturan-benturan yang menjadi rangsangan untuk berkreativitas. Dapat di sinkronkan dengan konsep Creative minority, yang artinya adalah sekelompok kecil manusia yang mampu untuk mencari solusi atas berbagai kesulitan tantangan peradaban, menggerakkan dan menentukan sejarah peradaban yang kemudian akan diikuti oleh yang lain (Toynbee, 1889-1975). Kartinian yang berawal dari sebuah program kegiatan menjelma menjadi suatu subkultur komunitas baru di bawah kerasnya beriak dinamika sosial Organisasi. Didalamnya terdapat perempuan yang berkualitas, salah satunya dalam kegiatan pengarung jeram, yang di  identikan dengan Citarum dan skipper perempuan. Dari sisi lingkungan hidup manajemen perjalanan erat juga dengan perempuan penggerak Zero waste- adventure. Di luar kegiatan tersebut pun banyak perempuan-perempuan yang dialahirkan sebagai pemikir garis keras dengan Bahasa “Women series”. Tanpa sadar secara psikologi manusia-manusia tersebut terlahir dari subkultur dan dinamika dari dalam sebuah konsep kartinian tersebut.    

Berkaitan dengan kader di taun ini (2018) yang banyak didominasi oleh perempuan maka harus sewajarnya terjadi peningkatan bobot kualitas dan kapasitas. Baik itu dari sisi nilai dan dari sisi kemampuan kepetualangan, lingkungan hidup atau bidang lainnya. Organisasi Kepencitaalaman dapat mengamati dan belajar dari karakteristik Singa si raja hutan. Dalam beberapa kasus di hutan, Singa betina yang mendominasi perburuan dan penjelajahan, namun untuk menjaga wilayah taklukan dan perburuan yang kompleks disitulah Singa jantan akan mengakuisisi kekuasaan (Tersedia online: http://infohewan.com/360/ciri-ciri-khusus-singa/mamalia). Merupakan suatu cerminan penting dalam sinergisasi untuk mencapai tujuan anggota dan organisasi yang ditunjukan oleh si Raja Hutan. Aktivitas MAPALA yang termaktub dalam pembukaan tata aturan adat dan tata aturan laku menekankan sebuah proses perbuatan eksistensi manusia dan lingkungan alam. Arahan Eksistensi ini hampr mirip dengan diktumnya Jean Paul Sartre (1946 dalam buku “L’existentialisme est un humanism”) menyatakan bahwa “human is condemned to be free”. Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain. Terlepas dari pembahasan masalah dominator genderianism. Dalam kode Etik Mahasiswa Kepencintaalaman aturan bertujuan untuk bersama-sama beriringan meningkatkan kualitas, kapasitas, kapabilitas anggota yang berhimpun sebagai organisasi, tidak terbatas pada dominasi dan jenis kelamin. Mari berbuat bersama-sama kearah kebaikan, tidak mendahului dan meninggalkan. 

Jangan berjalan di belakangku karena aku tidak akan memimpinmu, jangan berjalan di depanku karena aku tidak akan mengikutimu berjalanlah di sisiku sebagai sahabatku (Albert Casmus: 1913-1960).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rajah Sunda

KONSIDERAN