SINGA BETINA BUKAN HIASAN
Oleh: MC 29.309.12 MWH
Tulisan ini di buat pada tahun 2018
Peristiwa yang terjadi mempengaruhi
terbelahnya dinamika sosial di kalangan anggota, hingga melahirkan suatu
kegiatan KARTINI (sejak 1995) sebagai
bentuk wadah (dalih) khusus bagi kaum perempuan di UKM tingkat Universitas di UPI Bandung untuk memprakarsai berkegiatan
yang tidak tertinggal oleh kaum laki-laki. Program KARTINI merupakan program
yang mengakar menjadi tradisi dan subkultur. Seiring berputarnya dunia heterogenitas
di kalangan “Feminis Organisasi Kampus Mapala Tersebut”,
kemudian arah pemikirannya pun diwarnai perkembangan melahirkan buah ide pergerakan “zero waste-adventure” yang bermuara pada kegiatan di alam dengan mengedepankan 0% sampah pada perjalanan.
Kemudian perkembangan tersebut memunculkan pula sebutan khas baru yaitu “Women series ”, yang dapat
dipandang sebagai bentuk “Anarko-Kartinism” di kalangan
perempuan tersebut. Meskipun istilah ini merupakan masalah yang
kontroversial di kaum Kartinian,
namun faktanya terjadi dan memunculkan warna baru dalam setiap perdiskusian. Bagi
kaum strukturalis, fungsionalis dan organisatoris lahirnya sebuah Program Kartini dengan munculnya
gerakan Women series selalu menjadi
bahasan yang renyah dengan senyum lebar di sebuah lingkaran depan meja. Peristiwa
tersebut menjadi menarik untuk dikaji dalam setiap perdebatan. Hal itu menjadi
dinamika sosial dari sisi perbedaan jenis kelamin dalam sebuah sub-komunitas
yang telah berdiri lebih dari 10 tahun. Keberadaan organisasi Mapala sebagai suatu
organisasi fundamental bercorak kegiatan ekstreme
yang identik dengan alam terbuka menghasilkan evolusi warna baru. Perspektif
secara umum berbicara, bahwa perempuan di pandang secara stereotype dan minoritas. Namun pandangan tersebut dapat
dipatahkan oleh kegiatan-kegiatan yang dilahirkan oleh Kartinian Mapala tingkat Unviersitas di UPI.
Kartinian tidak hanya menghasilkan kriteria kegiatan adventurian
semata. Kartinian-pun melahirkan
penggagas, penggerak dan pemikir yang hebat. Memang pada dasarnya minoritas
selalu menghasilkan karya, hal tersebut akibat adanya benturan-benturan yang
menjadi rangsangan untuk berkreativitas. Dapat di sinkronkan dengan konsep Creative
minority, yang artinya adalah sekelompok kecil manusia yang mampu untuk mencari solusi
atas berbagai kesulitan tantangan peradaban, menggerakkan dan menentukan
sejarah peradaban yang kemudian akan diikuti oleh yang lain (Toynbee, 1889-1975). Kartinian yang berawal dari sebuah program
kegiatan menjelma menjadi suatu subkultur komunitas baru di bawah kerasnya
beriak dinamika sosial Organisasi. Didalamnya terdapat perempuan yang
berkualitas, salah satunya dalam kegiatan pengarung jeram, yang di identikan dengan Citarum dan skipper perempuan. Dari sisi lingkungan hidup
manajemen perjalanan erat juga dengan perempuan penggerak Zero waste-
adventure. Di luar kegiatan tersebut pun banyak perempuan-perempuan yang
dialahirkan sebagai pemikir garis keras dengan Bahasa “Women series”.
Tanpa sadar secara psikologi manusia-manusia tersebut terlahir dari subkultur
dan dinamika dari dalam sebuah konsep kartinian tersebut.
Berkaitan dengan kader di taun ini (2018) yang banyak didominasi oleh perempuan maka harus sewajarnya terjadi peningkatan bobot kualitas dan kapasitas. Baik itu dari sisi nilai dan dari sisi kemampuan kepetualangan, lingkungan hidup atau bidang lainnya. Organisasi Kepencitaalaman dapat mengamati dan belajar dari karakteristik Singa si raja hutan. Dalam beberapa kasus di hutan, Singa betina yang mendominasi perburuan dan penjelajahan, namun untuk menjaga wilayah taklukan dan perburuan yang kompleks disitulah Singa jantan akan mengakuisisi kekuasaan (Tersedia online: http://infohewan.com/360/ciri-ciri-khusus-singa/mamalia). Merupakan suatu cerminan penting dalam sinergisasi untuk mencapai tujuan anggota dan organisasi yang ditunjukan oleh si Raja Hutan. Aktivitas MAPALA yang termaktub dalam pembukaan tata aturan adat dan tata aturan laku menekankan sebuah proses perbuatan eksistensi manusia dan lingkungan alam. Arahan Eksistensi ini hampr mirip dengan diktumnya Jean Paul Sartre (1946 dalam buku “L’existentialisme est un humanism”) menyatakan bahwa “human is condemned to be free”. Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain. Terlepas dari pembahasan masalah dominator genderianism. Dalam kode Etik Mahasiswa Kepencintaalaman aturan bertujuan untuk bersama-sama beriringan meningkatkan kualitas, kapasitas, kapabilitas anggota yang berhimpun sebagai organisasi, tidak terbatas pada dominasi dan jenis kelamin. Mari berbuat bersama-sama kearah kebaikan, tidak mendahului dan meninggalkan.
Jangan berjalan di belakangku karena aku
tidak akan memimpinmu, jangan berjalan di depanku karena aku tidak akan
mengikutimu berjalanlah di sisiku sebagai sahabatku (Albert Casmus: 1913-1960).
Komentar
Posting Komentar